Friday, September 7, 2012

Kisah Sukses Ir Ciputra Sang Maestro Real Estate Indonesia


Ciptakan Uang tanpa Uang adalah Kisah Nyata Entrepreneur Kegigihan Ir Ciputra menyebarkan “virus” entrepreneurship (kewirausahaan) mendapatpenghargaan dari Menteri Koperasidan Usaha Kecil Menengah.
Namun, bagi Ir Ciputra, kehormatan simbolis itu tidak berarti apa-apa jika Gerakan Kewirausahaan  Nasional (GKN) sebatas seremoni.
Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan memberikan map cokelat berisi piagam penghargaan kepada DR (HC) Ir Ciputra. Piagam itu diberikan di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN). “Pak Ci” begitu sapaan akrab Ciputra saat meraih award sebagai pembina kewirausahaan terbaik.
Tangan Pak Ci kemudian membuka pelan map cokelat itu. Lalu, dipandanginya dalam-dalam piagam tersebut. Seolah-olah ada sesuatu yang menggelayuti pikiran. “Tak terasa ya, sudah lima tahun (Universitas Ciputra Entrepreneurship Center berdiri),” gumam
Pak Ci saat menerima penghargaan di Gedung Smesco, Jakarta, (2/2).
Pak Ci adalah pendiri Universitas Ciputra Entrepreneur Center (TJCEC). Sejak lima tahun lalu, laki-laki kelahiran Parigi, Sulawesi Tengah, 24 Agustus 1931, ini telah menggulirkan program pelatihan entrepreneurship yang menyentuh semua lapisan. Bergerak ke berbagai daerah.
Bagi Pak Ci, penghargaan yang diberikan kepadanya tentu sangat diapresiasi positif. Sebuah penghormatan simbolis. Namun, sebenarnya, yang terpenting adalah bagaimana pencanangan Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN) tidak sekadar seremoni. Jauh lebih berarti jika pencanangan GKN ini dilakukan serentak secara* nasional.

“Tidak cukup kebijakan lintas instansi di pemerintah pusat saja. Pemerintah daerah mulai gubernur, bupati dan walikota juga harus connect. Menindaklanjuti lebih serius dan fokus,” tegas penyebar “virus” entrepreneur ke seluruh Indonesia ini Koneksitas pemerintah daerah dengan pemerintah pusat ini, jelas Pak Ci, supaya program entrepreneurship menggelinding lebih cepal. Bila baru bergerak, hanya menanti perintah dari pemerintah pusat, bisa lama. “Mengalir tidak membasahi semua dan menetes pun akan lama,” ungkap Pak Ci yang dinobatkan sebagai Entrepreneur of The Year 2007 versi “Ernst Young” Ernst Young.

Entrepreneurship yang menyentuh semua lapisan, jelas Pak Ci, kalau mengubah anak pegawai negeri (PNS), petani di pegunungan, dan nelayan di laut menjadi lebih baik. Keluar dari kemiskinan tanpa harus menjadi pegawaidan bekerja ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
“Sama seperti yang diucapkan Presiden dalam pidato pencangangan GKN. Bila di daerah masih banyak masyarakat yang tahu KUR itu hanya untuk memanggil ayam, berarti kepala daerahnya kurang gencar atau gagal dalam sosialisasi. Padahal KUR merupakan program pemerintah untuk membantu masyarakat dan permodalan wirausaha,” papar Pak Ci.

Bangsa Indonesia begitu besar dengan penduduk ratusan juta. Namun, data BPS 2010 mengungkapkan, angka pengangguran mencapai tujuh juta lebih. Bila tidak ada pekerjaan, maka dampak yang ditimbulkan sangat banyak. Tindak kriminal dan kekerasan menjadi luapanorang yang ingin bertahan hidup karena lapar. “Tidak tahu harus berbuat akhirnya mencuri. Miskin dan tidak bisa sekolah membuat orang bisa berbuat mengerikan,” tukasnya.

Karena itu, pesan Pak Ci, gerakan entrepreneurship menjadi solusi untuk keluar dari kemiskinan. Termasuk melatih orang agar mengubah mental menjadi pencipta lapangan kerja. Memberikan kail bagus. Tapi itu saja tidak cukup. Memberi ilmu pengetahuan jauh lebih penting. Dengan ilmu orang bisa membuat kail bahkan umpan. Seorang entrepreneur, kata Pak Ci, tidak hanya seorang kreator dan inovator. Namun juga . mampu mencipta sesuatu yang bernilai dan berguna bagi masyarakat.
“Faktor keluarga dan lingkungan entrepreneur dapat mencetak seseorang menjadi wirausahawan. Bila tidak memiliki keduanya itu, maka harus dengan mengikuti pelatihan entrepreneur,” terang pria yang masih aktif bermain golf ini.

Pak Ci berpesan bahwa ndak ada kata terlambat untuk menjadi entrepreneur. “Telat belum berarti gagal. Memulai lebih cepat itu baik. Jadi entrepreneur tidak harus menunggu lulus kuliah,” sarannnya.
Pengalaman dan perjalanan hidup Ciputra menunjukkan bahwa pendidikan dan ilmu menjadikan orang pintar. Entrepreneur yang berbekal pendidikan dan pengalaman juga semakin lama semakin pintar. Tetapi di atas kepintaran. Ciputra percaya ada kebijaksanaan. Maka, kebijaksanaan seorang entrepreneur dapat terhindar dari kesalahan tidak perlu. Seorang entrepreneur itu, kata dia, tak gentar memikul risiko. Gagal itu biasa. Gagal satu kali, lalu bangkit bisa sukses sebelas kali. Menjadi entrepreneur sama dengan seniman ataupun wartawan. Harus menjiwai, menyatu dengan jiwa raga.

Ciputra mengingatkan, entrepreneur tidak hanya bisnis. Namun ada government entrepreneur, academition dan social entrepreneur. Pemerintah yang entrepreneur dapat mendorong melalui kebijakan. Begitu pula akademisi yang harus memasukkan kurikulum entrepreneur dalam pendidikan sekolah mulai TK hingga perguruan tinggi.

Sedangkan bagi seorang social entre-preneur, dapat melakukan banyak kegiatan untuk masyarakat. Contohnya, mengubah masyarakat dari lingkungan kumuh menjadi lebih berguna. “Percuma saja bila Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah bila masyarakat sebagai sumber daya manusianya tidak memiliki mental entrepreneur,” ujar dia.

Seorang entrepreneur mampu mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas dan dari kemiskinan jadi kelimpahan. Pertanyaannya, dapatkah menjadi entrepreneur sukses tanpa uang? “Saya bersama-sama jutaan entrepreneur lain di seluruh dunia percaya bahwa itu bukan kemustahilan. Menciptakan uang tanpa uang adalah kisah nyata para entrepreneur sejati,” jelas Pak Ciputra

No comments:

Post a Comment